JAKARTA, oganilir.co - Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) No 14 Tahun 2024 menuai kontroversi di kalangan insan olahraga. Betapa tidak, Permenpora No 14 Tahun 2024 yang ditandatangani Menpora Ario Bimo Nandito Ariotedjo tertanggal 18 Oktober 2024, dinilai sangat kontroversi, sekaligus bertentangan dengan Piagam Olimpiade (Olympic Chapter).
Kontroversi Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 dengan Olympic Charter mencakup sejumlah isu kritis, terutama terkait independensi organisasi olahraga nasional.
Ketua Indonesia Peduli Olahraga Erwiyantoro dalam rilisnya yang beredar mengatakan bahwa dalam Bab V/Struktur Organisasi Bagian kedua terkait Kongres/Musyawarah atau sebutan lain sebagai forum tertinggi organisasi, pasal 10 ayat 2 jelas disebutkan Kongres/Musyawarah diselenggarakan setelah mendapat rekomendasi dari Kementerian.
BACA JUGA:Menpora Pastikan MotoGP 2025 Singgah di Mandalika
"Ada bentrokan yang tidak bisa dihindari antara Menpora dengan induk cabang lainnya, jika dikaitkan Pasal 18 ayat 1 dari Permenpora No 14 Tahun 2024 mengatur bahwa masa jabatan pengurus organisasi olahraga lingkup olahraga prestasi ditetapkan paling lama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan," kata Erwiyantoro.
Dia memberikan contoh, apakah nantinya Menpora punya nyali menegur, Prabowo Subianto, sebagai Ketua PB IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) sekaligus sebagai Presiden RI ke-8? Juga, apakah Menpora berani menegur Rosan Roeslani, sebagai Ketua PB PABSI – Persatuan Angkat Besi Seluruh Indonesia, sekaligus sebagai Menteri BKPM?
"Keduanya, sudah menjadi ketua PB, lebih dari dua kali," ingatnya.
BACA JUGA:Tim Pesilat 'Srikandi Polwan' Polda Sumsel Sukses Diajang Kejurnas Menpora Cup II 2024
Menurut Erwiyantoro, jika, Menpora tetap melakoni Permenpora No 14 Tahun 2024, dampaknya akan terjadi peristiwa kontroversi, karena dianggap melanggar aturan Piagam Olimpiade yang menekankan kebebasan dan otonomi dalam pengelolaan organisasi olah raga. Dijelaskan, bahwa Piagam Olimpiade, menekankan bahwa organisasi olah raga harus bebas dari pengaruh pemerintah dalam hal pengaturan internal mereka, termasuk dalam pemilihan dan masa jabatan pengurus.
Hal ini diperkuat dengan pasal 19 ayat 2, yang menyebutkan Pengurus Organisasi Olahraga lingkup Olahraga Prestasi sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 13 dilantik oleh Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja, sejak surat keputusan ketua terpilih ditetapkan.
"Ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang hanya memerlukan persetujuan mayoritas anggota organisasi. Terkait dengan pelantikan dilakukan KONI Pusat sebagai induk organisasi olahraga," ujarnya.
BACA JUGA:Ketum KOI Dukung Turnamen Tenis Meja UAH Super Series-Kemenpora Masuk Kalender ITTF
Hal Ini jelas bertentangan dengan: Olympic Charter, khususnya Prinsip 5 dan Pasal 27 Ayat 6, yang menegaskan bahwa organisasi olah raga, harus bebas dari intervensi politik, sesuai prinsip netralitas dan otonomi. Lalu, pasal 1.5 dan 28 Piagam Olimpiade yang memberikan kebebasan penuh kepada organisasi olah raga untuk menentukan struktur, tata kelola, dan pemilihan pemimpin tanpa pengaruh luar.
Terlihat, adanya perbedaan mendasar antara Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 dan Olympic Charter, terletak pada tingkat independensi organisasi olah raga dari pengaruh eksternal. Jika tidak diubah, regulasi ini berpotensi memunculkan konflik lebih luas di tingkat internasional.
Tidak tertutup kemungkinan akibat intervensi pemerintah ini, bisa menyebabkan Indonesia bisa terkena sanksi dari Komite Olimpiade Internasional (IOC). Bukan hanya Bendera Merah Putih, tidak bisa berkibar, tetapi Lagu Indonesoa Raya pun, tidak bisa berkumandang baik di single mau pun multi event internasional.