Desa Sukaraja Oku Timur, Potret Tranformatif Pembangunan Kawasan Pesisir-Komering Berbasis Komunitas Suku Jawa

Desa Sukaraja Oku Timur, Potret Tranformatif Pembangunan Kawasan Pesisir-Komering Berbasis Komunitas Suku Jawa

--


Desa Sukaraja awalnya merupakan salah satu “Tiyuh Tuha” (desa tua) di kawasan pesisir sungai Komering.

Bersebelahan dengan Desa Negeri Pakuan, Kecamatan Buay Pemuka Peliung, dan Desa Kurungan Nyawa, ibukota Kecamatan Buay Madang, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur.
Desa Sukaraja sendiri termasuk di dalam wilayah administrasi Buay Madang yang sekitar tahun 2015 dimekarkan menjadi Desa Sukaraja Tuha dan Desa Sukaraja.

Pertumbuhan penduduknya yang pesat, terutama wilayah dalam Sukaraja yang merupakan lokalisasi pemukiman warga baru (pendatang Jawa), merupakan alasan utama Desa Sukaraja mengalami pemekaran.

BACA JUGA:Cerita Rakyat Ogan Ilir: Usang Sungging, Kisah Seniman yang Nyaris Dihukum Gantung Raja karena Lukisannya

Pertumbuhan yang pesat di wilayah dalam Sukaraja ini tidak hanya ditandai dengan keberadaan beberapa fasilitas umum seperti pasar, masjid dan kantor desa.

Tetapi juga diiringi dengan pertumbuhan berbagai lembaga swadaya masyarakat, terutama lembaga-lembaga pendidikan atau perguruan.

Bidang pendidikan ini menjadi kontak utama bagi datangnya ribuan orang dari lintas kabupaten, provinsi bahkan pulau ke Desa Sukaraja.

Setidaknya ada tiga perguruan di Desa Sukaraja yang kapasitasnya tidak hanya besar di Kecamatan Buay Madang dan Kabupaten OKU Timur.

BACA JUGA:Juliana, Perempuan Pertama dari Suku Anak Dalam Pendampingan Baznas Kuliah Sampai ke Perguruan Tinggi

Ketiganya adalah perguruan Muhammadiyah, perguruan Nurul Huda dan perguruan Pangudi Luhur.


Bahkan, untuk kapasitas perguruan Nurul Huda yang merupakan sebuah pesantren, Desa Sukaraja dikenal juga tidak hanya di Provinsi Sumatera Selatan dan regional Sumatera Bagian Selatan, tetapi, bahkan di luar pulau Sumatera.


Untuk Nurul Huda sendiri, perguruannya yang berawal dari pendidikan keagamaan tradisional (Madrasah Diniyah Salafiyah) telah berkembang sedemikian rupa dengan beragam unit pendidikan formal bahkan perguruan tinggi.

Raudhatul Athfal Nurul Huda (RANH). Madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda (MINH). Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda (MTs-NH).

BACA JUGA:Pesantren di Ogan Ilir Bakal Difasilitasi, Setelah Perda Disahkan DPRD

Madrasah Aliyah Nurul Huda (MANH). Sekolah Menengah Kejuruan Nurul Huda (SMKNH) dan Universitas Nurul Huda (UNUHA).

Kesemua unit pendidikan Nurul Huda di atas itu berdiri di Desa Sukaraja.

Bahkan, dengan fokusnya pada pelayanan yang berupa pendidikan diniyah salafiyah yang khas pesantren itu, Nurul Huda mampu mengembangkan basis gerakan petani pendatang Jawa di Desa Sukaraja menjadi cabang-cabang pesantren di dalam maupun di luar Kabupaten OKU Timur.

Cabang-cabang itu, sebagaimana telah berlaku di Desa Sukaraja, Kecamatan Buay Madang, menjadi sentra pengembangan sumberdaya manusia di wilayahnya. Buay Madang sendiri merupakan kawasan sentra pertanian OKU Timur.

BACA JUGA:Minangkabau Negeri Seribu Surau, Berikut 5 Lembaga Pendidikan Islam Cocok Untuk Usia Pelajar di Sumatera Barat
Cabang pertamanya adalah Pondok Pesantren Nurul Huda (PPNH) Tanah Merah yang dibuka pada tahun 2104.



Fokusnya pada pendidikan diniyah salafiyah dengan pengembangan kemampuan bahasa Arab dan Inggris bagi santri. PPNH Tanah Merah memiliki unit pendidikan formal berupa Sekolah Menengah Pertama Terpadu (SMPT) dan Sekolah Menengah Atas Terpadu (SMAT).

 Pembukaan cabang ini bermula dari persoalan keamanan atas mahasiswa Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Nurul Huda.

Mereka yang mayoritas berasal dari wilayah Belitang ini banyak yang menjadi korban begal (grandong) sehingga Nurul Huda mengambil kebijakan membuka kampus di wilayah Belitang.

Pembukaan kampus baru inilah yang mewajibkan untuk dimulai dengan pembukaan cabang pesantren pertama bagi Nurul Huda.

BACA JUGA:Banyak Versi Cerita Rakyat Si Pahit Lidah, dari Cerita Kedigdayaan Sampai Cerita Berakhir Bahagia dan Duka

Dengan penambahan kampus ini, maka Nurul Huda memilik tiga kampus bagi perguruan tingginya. Kampus A dan Kampus B di Desa Sukaraja, Kecamatan Buay Madang.

Kampus C di Desa Tanah Merah, Kecamatan Belitang Madang Raya. Belitang sendiri merupakan kawasan sentra perekonomian Kabupaten OKU Timur.

Terkait pengembangan kampus dan persiapan pendirian program pascasarjana perguruan tingginya sekaligus pengembangan sumberdaya alumninya, Nurul Huda membuka cabang keduanya di Desa Kotabaru Selatan, Kecamatan Martapura, pada tahun 2017.

Cabang ini telah pula beroperasi dengan pendidikan diniyah salafiyah yang berbasis pembelajaran Al Quran. Dengan pengembangan fokus pada kearifan budaya Komering dan kecakapan bahasa Inggris.

Selain mengelola program pendidikan kepesantrenan, Cabang PPNH Martapura mengelola Sekolah Dasar al-Quraniyah (SDQ) dan SMP al-Quraniyah (SMPQ
Cabang kedua Nurul Huda ini mengedepankan nama Martapura. Hal ini mengingat Martapura sebagai sebuah kecamatan yang berfungsi menjadi ibukota Kabupaten OKU Timur.

Martapura merupakan kawasan sentra pemerintahan Kabupaten OKU Timur. Martapura berdekatan dengan Baturaja, ibukota Kabupaten OKU.

Juga Muara Dua, ibukota Kabupaten OKU Selatan. Seperti OKU Timur, keduanya wilayah Provinsi Sumatera Selatan.

Bahkan OKU merupakan kabupaten induk dari OKU Timur dan OKU Selatan. Martapura juga berdekatan dengan Blambangan Umpu, ibukota Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung.

Dekatnya akses dengan ketiga kota tersebut membuat Martapura juga memiliki posisi sangat strategis bagi Nurul Huda dalam pengembangan Program Pascasarjana bagi perguruan tingginya yang menjadi Universitas Nurul Huda pada tahun 2021 lalu.

Mengingat alumninya yang terbanyak dari Program Studi Pendidikan Agama Islam, maka dalam rencananya, Program Magister Pendidikan Agama Islam yang pertama akan dibuka. Ini juga untuk menampung kebutuhan sarjana lulusan perguruan tinggi lain baik untuk meneruskan studinya dengan tetap mudah, murah dan bermutu.

Cabang ketiga adalah Pondok Pesantren Nurul Huda Sukamulya, Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

Pada cabang pertama dan kedua, peralihan kepemilikan lahannya diperoleh melalui jual beli. Maka, pada cabang ketiga ini lahan diperoleh melalui serah terima hibah dari KH. Bakri kepada KH. Affandi.

Proses peralihan ini berdasarkan partisipasi aktif para alumni setempat dan dukungan segenap alumni Nurul Huda di OKI, terutama di Kecamatan Lempuing.

 Melihat pola pembukaan cabang demi cabangnya, tampaknya Nurul Huda akan semakin maju sebagai lokomotif transformasi sosial Desa Sukaraja.

Selain Nurul Huda dengan afiliasinya Nahdlatul Ulama (NU) yang telah begitu tumbuh dan berkembang sedemikian besar kerangka kelembagaannya, Muhammadiyah dan Pangudi Luhur pun juga bergerak pada ranah yang sama. Dengan varian gerakan yang berbeda, perguruan Muhammadiyah Sukaraja memiliki Taman Kanak-kanak, SD, SMP dan SMK.

Bahkan, belakangan juga menjadi salah satu kampus bagi STKIP Muhammadiyah OKU Timur.

Sementara perguruan Pangudhi Luhur yang berbasis Katholik mengelola SMP dan SMA. Kedua perguruan ini, seperti Nurul Huda, juga mengelola asrama bagi pemondokan muridnya. Hanya memang tidak sebanyak dan semassif Nurul Huda.

Murid dari kedua perguruan ini, dengan adanya asrama pemondokan ini, juga tidak hanya dari Sukaraja.

Bahkan dari lintas provinsi juga terutama Lampung. Artinya, dengan jalur pendidikan yang seperti ini, mobilitas sosial dari dan ke Desa Sukaraja begitu tinggi.

Apalagi jika dibandingkan dengan desa-desa di kawasan pesisir sungai Komering maupun desa-desa di OKU Timur, OKI, Muara Enim, Prabumulih, OKU, OKU Selatan, Way Kanan, Tulang Bawang, Lampung Utara, Lampung Selatan dan Lampung Barat.

OKU Timur saja memiliki 300 desa lebih. Dari sepuluh daerah tersebut di atas, ditambah OKU Timur, setidaknya ada 3000 desa terdaftar.

Maka, terkait pengembangan desa melalui pemukiman warga pendatang Jawa berbasis pendidikan ini, desa apa lagi yang dapat dikelompokkan sama dan sekelas dengan kapasitas yang dimiliki oleh Desa Sukaraja?

 Tentu ini merupakan satu karunia Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pemurah, bukan?

Modal sosial besar yang tumbuh berkembang dari partisipasi tinggi masyarakatnya seperti tergambar di atas inilah yang menjadi dasar penetapan wilayah pemukiman warga pendatang Jawa sebagai wilayah Desa Sukaraja.

Sementara wilayah pemukiman warga lama (pribumi Komering) yang memang terkonsentrasi di kawasan pesisir sungai Komering menjadi wilayah Desa Sukaraja Tuha.

Perkembangan Desa Sukaraja ini tentu tidak terlepas dari peran para tokohnya. Baik dari tokoh pendatang Jawa maupun tokoh pribumi Komering sendiri.

Prinsip persaudaraan dan kerukunan antar sesama anak manusia, bangsa dan agama yang dapat tumbuh sebagai kesadaran yang kosmopolitan.

 Persaudaraan dan kerukunan sesama pendatang Jawa yang NU, Muhammadiyah dan Katholik. Persaudaraan dan kerukunan sesama anak bangsa yang pendatang Jawa dan pribumi Komering.

Persaudaraan dan kerukunan yang dapat menjamin peradaban yang kosmopolit. Peradaban yang berbasis peneguhan jati diri masing-masing melalui kerja sama saling mendukung dalam membangun dan mengembangkan peradaban yang maju dan lebih mulia.

Peradaban yang dalam suka dan duka, yang tanpa pamrih, namun senantiasa ramai bekerja secara bersama-sama.

Demikian juga setidaknya semangat yang dicetuskan oleh Kriya Muhammad Daud bin Syafei. Elite pribumi Komering pengembang Desa Sukaraja berbasis pembangunan pemukiman warga pendatang Jawa.

Ya, suka duka ramai bekerja, cetusnya. Sukaraja!

Sumber: