Taruhannya nyawa, oleng sedikit perahu karam. “Lalu di sekolah kadang anak didiknya tak pakai sepatu, mereka hanya mengandalkan seragam merah putih sebagai simbol bersekolah,” kata dia. Rata-rata daerah pedalaman juga belum banyak sentuhan pembangunan, fasilitas publik, apa lagi tempat hiburan. “Di desa itu juga belum ada listrik, tidak ada sinyal, jalan darat tidak ada,” ceritanya.
Tak hanya SD Napal Maling, rata-rata sekolah lokal jauh lain di pedalaman susah dijangkau, minim akses, banyak diisi guru honor mengingat jumlah guru ASN masih kurang. “Tenaga pengajar maupun peserta didik di pedalaman jika ingin mendapatkan pendidikan harus bertaruh nyawa. Karena mayoritas sekolah pelosok berada di hulu sungai dan minim akses,” katanya.
Contoh lain SDN 2 Muara Kulam Lokal Jauh, Karang Pinggan, Kecamatan Ulu Rawas. “Setiap hari siswa dan guru di wilayah ini harus menyeberangi sungai yang alirannya cukup deras untuk sampai ke sekolah,” tuturnya. Ada pula sekolah sulit dijangkau, seperti di daerah Translok Pauh, Rawas Ilir, Senawar, dan lainnya. Pihaknya berharap ada perhatian lebih dari pemda terkait kondisi sekolah di pedalaman dan perjuangan para guru. “Karena memang minim fasilitas seperti jalan, jembatan dan lainnya,” tutupnya.
Belum lagi soal kesejahteraan, khususnya gaji honorer yang minim. Guru honorer K2 Asal Desa Embacang, Kecamatan Karang Jaya, Kabupaten Muratara yang kerap memimpin aksi demo, Hasa Basri pun memilih mundur. Perjuangan yang sulit, tapi kurang perhatian.
“Sekarang saya sudah mundur, tidak lagi jadi guru. Saya kecewa, karena profesi kami guru honor dianggap sebelah mata,” tegasnya.
Padahal di Muratara banyak guru honorer, yang sudah puluhan tahun mengabdi namun statusnya masih tidak jelas. Bahkan tidak sedikit mereka sudah mencetak puluhan muridnya menjadi ASN, tapi gurunya masih statusnya honor sampai sekarang, “Saya sedih dan kecewa, tidak ada nilai pengabdian guru honor selama ini,” tegasnya.
Sementara, Rismaini, guru kelas yang mengajar di Desa Mekar Jaya, Muba mengeluhkan akses jalan yang berat menuju sekolah. “Jalan antardesa kita ini masih banyak yang tanah dan berlumpur, di antara semak belukar dan kebun karet. Ya kalau sekolahnya berada di desa sendiri, beberapa guru juga mengajar sekolah di desa lain,” bebernya. Sehingga mereka berharap jalan akses menjadi perhatian, selain tingkatkan pula kesejahteraan guru honorer atau angkat status mereka.
Lain lagi cerita Hatina, guru kelas SDN 7 Tanjung Batu yang pupus harapan menjadi PNS karena umurnya sudah memasuki usia 54 tahun. Padahal guru honorer ini telah mengabdi menjadi selama 17 tahun. “Saya mulai mengajar tahun 2005 hingga sekarang,” imbuhnya. Keinginan Hatina menjadi guru PNS ternyata bukan hal mudah. Padahal di 2005, Hatina sudah masuk honorer K1. Seiring waktu dia juga diangkat menjadi honorer K2.
Beberapa kali mencoba peruntungan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), pil pahit harus ditelan Hatina. Pasalnya mengikuti tes PPPK harus memiliki pendidikan minimal S1. Sedangkan Hatina hanya seorang guru lulusan SPG tahun 1988. “Saya pasrah dengan nasib yang harus saya jalani ini. Mudah-mudahan di peringatan Hari Guru Nasional HGN 2022 ada keajaiban bagi saya,” pungkasnya.
Sementara Guru SMK Negeri 4 Palembang, Defriyani Yuda Putri mengatakan seorang guru harus kompeten, mengajar dengan hati, dan selalu menjadi inspirasi bagi anak-anak didiknya. “Di era digital guru jangan bosan belajar dan selalu mengingatkan anak didiknya beretika dalam menggunakan teknologi sesuai tuntutan belajar. Profesionalitas guru akan meningkat signifikan jika diiringi dengan meningkatnya kesejahteraan guru,” ucap guru PNS ini. Karena itu, dia berharap pemerintah dapat lebih memperhatikan kesejahteraan guru, terutama guru honorer supaya diangkat menjadi ASN atau PPPK.
Kepala SMAN 1 Ujanmas, Penderizal Spd MM berharap semua guru, khususnya guru SMAN 1 Ujanmas dapat terus mengembangkan dan mendukung program Sumsel Cerdas. “Saat ini tinggal sembilan guru kita berstatus guru honorer dan masuk kategori P3 dimana pada 27-28 November ini akan ada penilaian untuk PPPK,” terangnya.
Dia berharap perhatian pemerintah terhadap pendidikan bisa lebih baik lagi. “Hari Guru Nasional menjadi momentum bagi kita untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan. Tentu saja guru harus profesional, terlepas apakah mereka hanya sebagai honorer. Tantangan yang mereka hadapi adalah PR kita bersama,” pungkasnya.