oganilir.co - Demo besar-besaran yang terjadi, sama sekali tidak menghalangi pelantikan Presiden Tanzania Samia Saluhu Hassan.
Samia Suluhu Hassan resmi dilantik sebagai presiden Tanzania untuk masa jabatan keduanya, Senin 3 November 2025, setelah memenangkan pemilihan umum dengan perolehan suara telak 97,66 persen.
Namun, pelantikan ini berlangsung dalam suasana politik tegang, di tengah laporan kekerasan pasca pemilu, protes mematikan, serta pemadaman internet nasional yang sudah memasuki hari keenam.
Upacara pelantikan harus digelar di lapangan parade Pasukan Pertahanan Rakyat Tanzania (TPDF) di ibu kota Dodoma — lokasi yang belum pernah digunakan sebelumnya untuk pelantikan presiden.
BACA JUGA:Kunjungan Kenegaraan ke Indonesia, Prabowo Sambut Presiden Brasil di Istana Merdeka
Biasanya, acara semacam ini berlangsung di stadion terbuka dan disaksikan ribuan warga. Kali ini, publik dilarang hadir, dan hanya pejabat pemerintah, petinggi militer, serta tamu kehormatan asing yang diundang.
Segera setelah mengucap sumpah jabatan, Presiden Suluhu mendapat penghormatan salvo tembakan dari militer.
Komisi Pemilihan Nasional Tanzania mengumumkan bahwa Suluhu meraih lebih dari 31,9 juta suara dari total 32,7 juta surat suara yang sah. Hasil itu memberinya mandat besar untuk melanjutkan masa kepemimpinan yang ia mulai pada 2021, setelah wafatnya Presiden John Magufuli.
Namun, proses pemilu kali ini dikritik keras karena mengecualikan beberapa tokoh oposisi utama, termasuk Tundu Lissu dari Partai Chadema dan Luhaga Mpina, yang mana keduanya dilarang ikut serta.
BACA JUGA:Presiden Afsel Melintas, Beberapa Ruas Jalan di Jakarta Ditutup, ini Nama-nama Jalannya
Pemantau dari Komunitas Pembangunan Afrika Selatan (SADC) menyebut dalam laporannya bahwa di banyak daerah, “pemilih tidak dapat mengekspresikan kehendak demokratis mereka,” menyoroti pembatasan terhadap oposisi serta dugaan kecurangan seperti pengisian kotak suara. Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa proses pemilu berlangsung “adil dan transparan.”
Kekerasan dan tuduhan pembunuhan massal
Sejumlah laporan menyebut, gelombang kekerasan meletus di berbagai wilayah setelah hasil pemilu diumumkan.
Kantor Hak Asasi Manusia PBB menyebut sedikitnya 10 orang tewas dalam bentrokan antara aparat keamanan dan demonstran. Namun, Partai Chadema menolak angka itu.
Juru bicara partai, John Kitoka, mengatakan kepada media bahwa “lebih dari 700 orang telah tewas sejak masa pemilu dimulai,” dan menuduh aparat menargetkan pendukung oposisi.
BACA JUGA:Presiden Prabowo Tambah Jumlah Wamenkes, ini Profilnya