Ini Definisi Carok Menurut Warga Madura
BANGKALAN, oganilir.co - Tragedi carok yang terjadi di Desa Bumi Anyar, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur menghebohkan Tanah Air. Betapa tidak, dua pelaku carok atas nama Hasan Busri alias Hasan Tanjung (39) dan adiknya Muhammad Werdi (29), warga Desa Bumi Anyar menewaskan empat lawannya masing-masing atas nama Mat Tanjar, Mat Terdam, Najehri, dan Hafid.
Peristiwa berdarah itu terjadi pada Jumat 12 Januari 2024 pukul 18.30 WIB. Carok maut itu semula akan diikuti oleh dua pelaku melawan 10 orang. Namun yang turun ke gelanggang hanya lima orang. Satu peserta carok sempat diampuni oleh Hasan Busri dan disuruh pulang. Namun sudah sempat turun ke gelanggang.
Mirisnya, korban Hafid masih ada hubungan kekerabatan dengan Hasan Busri dan adiknya Muhammad Werdi. Ketiganya merupakan warga Desa Bumi Anyar.
BACA JUGA:2 Murid SD Sampang Madura Kendarai Motor Tujuan Jakarta, di Semarang Keburu Diamankan Polisi
Achmad Sayuti (65), warga Desa Gladak Anyar, Kecamatan Pamekasan, Kabupaten Pamekasan yang merantau di Palembang menuturkan bahwa tradisi carok di Pulau Madura sudah ada sejak dirinya lahir dan puluhan tahun sebelumnya. Definisi carok menurut warga Madura adalah berkelahi menggunakan senjata tajam. Apakah itu pisau, pedang, atau celurit.
"Pokoknya kalau carok pasti menggunakan senjata tajam. Kalau berkelahi tanpa senjata tajam, bukan carok," kata Achmad Sayuti saat dibincangi oganilir.co di Markas PTM Gardena Palembang, Selasa 23 Januari 2024 malam.
Carok yang terjadi, lanjut Achmad Sayuti, biasanya berakhir dengan nyawa melayang. Nah, bagi warga Madura, jika nyawa melayang akan dibalas nyawa, Atau istilahnya utang nyawa dibayar nyawa. Balas berbalas utang nyawa dibayar nyawa itu akan terjadi pada keturunan berikutnya.
BACA JUGA:Bertamu ke Kandang Madura United, Persija Jakarta Kalah 0-2
"Jika ayahnya mati dibunuh orang karena carok atau sebab lain, sang anak pasti korban pasti akan membalaskan utang nyawa tersebut setelah pelaku keluar dari penjara atau bertemu di lain waktu," imbuhnya.
Dia menambahkan bahwa sifat dendam bagi masyarakat Madura tidak hilang walaupun sudah belasan tahun atau puluhan tahun peristiwa carok itu berlalu. Berbeda dengan masyarakat Sumsel, jika sudah didamaikan oleh tokoh masyarakat dan pihak berwajib, dendam langsung hilang dan tidak utang nyawa dibayar nyawa.
"Masyarakat Madura tidak mengenal damai," tukasnya.