‘’Apakah menghalangi penyidikan atau menghilangkan BB, akan kami dalami. Yang jelas dua tersangka sudah kami tetapkan,’’ tegas Nico, usai PMDG bersama KPAI, dan Kemen-PPPA, kemarin.
Kemudian, perlu juga mendalami sejauhmana tanggung jawab pondok pesantren dalam penanganan kasus ini.
‘’Apakah dua tersangka melibatkan orang lain atau tidak. Tanggung jawab pondok masih proses. Pihak keluarga akan datang dan akan kami mintai keterangan untuk melengkapi penyidikan,’’ ujarnya.
BACA JUGA:Petir Politik
Terkait penyidikan, alat bukti dan dua tersangka telah ditetapkan. Proses otopsi turut menjadi bahan pelengkap penyidikan.
Selain itu juga mengantisipasi agar kejadian tidak terulang kembali di seluruh lembaga pendidikan khusus pondok pesantren di Jawa Timur.
‘’Kami bekerja sama dengan stakeholder terkait membentuk Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak,’’ tuturnya.
Satgas itu terdiri dari dinas terkait seperti dinsos-PPPA, Kemenag, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPTPPA), serta LSM.
BACA JUGA:Tak Terima Disanksi, ASN di Lebong Bongkar Borok Atasan
Dalam bertugas, satgas mengedepankan kemudahan informasi dengan memberikan hotline.
‘’Siapa pun yang menjadi korban bisa segera melapor dan kami segera menindaklanjuti. Setiap lembaga harus mematuhi perlindungan anak tanpa adanya kekerasan,’’ tegas Nico.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong kepolisian dan pihak PMDG membuka ke publik secara transparan tentang penyebab meninggalnya AM. Agar penanganan kasus ini menjadi objektif.
‘’Kami bersama Menteri PPPA, Kemenag, Komisi 8 DPR RI, dan bupati Ponorogo telah melakukan pemantauan dan evaluasi. Dari hasil pemantauan itu, kami sampaikan beberapa hal,’’ kata Ketua KPAI Susanto.
BACA JUGA:Siapa Membunuh Putri (10) - Beradu Headline
Hasil evaluasi meminta penyidik agar menerapkan prinsip UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
Mengingat salah satu tersangka termasuk dalam kategori anak. Pihak pesantren juga diminta segera melakukan evaluasi.