Dua orang komisionernya, Paulina dan Muhammad Ali Asek masing-masing divonis 3 tahun 5 bulan penjara, dengan denda Rp160 juta untuk Paulina dan Ali dikenakan Rp155 juta.
Siti Zuhro sebagai Bendahara divonis 3 tahun 5 bulan dengan uang pengganti Rp22 juta dan subsidair 2 tahun penjara. Koordinator Sekretaris (Korsek) Bawaslu Muratara Tirta Arisandi dihukum penjara 4 tahun dengan pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp625 juta.
Sedangkan Aceng Sudrajat, staf Bawaslu Muratara dihukum lebih tinggi yakni 4 tahun 5 bulan penjara.
Selanjutnya, terdakwa Kukuh Reksa Prabu sebagai Staf Bawaslu Muratara divonis 3 tahun penjara dengan pidana tambahan uang pengganti Rp45 juta.
Terakhir terdakwa Hendrik dikenakan hukuman 3,5 tahun penjara dengan pidana tambahan uang pengganti Rp281 juta subsider 2 tahun kurungan.
JPU Kejari Lubuk Linggau resmi ajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang dalam kasus ini.
Hal itu ditegaskan Kajari Lubuk Linggau, Riyadi Bayu Kristianto melalui Kasi Pidsus, Hamdan.
“Sebelumnya pada saat siding vonis, kita ambil sikap pikir-pikir. Setelah berkoordinasi dengan pimpinan dan menelaah lagi, kita putuskan lakukan upaya hukum banding,” ujarnya.
Ada beberapa alasan banding. Pertama, kata Hamdan, putusan majelis hakim rata-rata separuh dari tuntutan.
“Menurut kami putusan itu tidak memenuhi rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat,” katanya.
Kedua, setelah mencermati putusan, rupanya majelis hakim menerapkan pasal yang berbeda terhadap kedelapan terdakwa.
“Kami JPU menuntut para terdakwa Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan putusan hakim di Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,” katanya.
Diketahui, Pemkab Muratara berikan dana hibah Rp9,2 miliar kepada Bawaslu Muratara untuk kegiatan pengawasan Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Muratara 2020.
Hibah itu disalurkan tiga tahap, sejak 2029-2020. Pertama, pada 2019 Rp200 juta. Lalu, 2020 sebesar Rp3,6 miliar dan Rp5,4 miliar.