Ternyata, sebagian dana hibah itu diselewengkan. Ada yang dikeluarkan lewat kegiatan fiktif. Ada juga mark up, hingga para tersangka bagi-bagi uang masing-masing Rp100 juta.
Alasannya, dana pegangan untuk pengamanan dan penyemangat kerja.
Karena amburadulnya pengelolaan keuangan dana hibah itu, hingga batas akhir penyampaian laporan dana hibah 7 April 2021, para terdakwa tidak mampu melaporkan pertanggungjawaban dana Rp9,2 miliar itu.
Saat dilakukan audit oleh BPK Sumsel, ditemukan penyelewengan dana sebesar Rp2,5 miliar hingga 8 orang komisioner ini ditetapkan sebagai tersangka dan disidang.
Ketua Bawaslu Sumsel, Yenli Elfanori mengatakan baru tahu kalau ada penahanan terhadap ketua dan dua komisioner Bawaslu Prabumulih.
“Kita harus menghormati proses hukum yang berjalan. Tentunya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Terus terang, kami agak prihatin dengan adanya kejadian ini,” ungkap dia.
Mengenai siapa nanti yang akan mengisi kekosongan di Bawaslu Prabumulih, akan dibicarakan lebih lanjut.
“Yang pasti, masalah ini kami laporkan dulu kepada pimpinan Bawaslu RI,” bebernya,
Mengenai pergantian, tetap mengikuti aturan dan perundang-undangan yang berlaku.
“Jelas aturannya. Komisioner Bawaslu dapat diganti ketika kasus mereka sudah inkracht. Seperti di Muratara,” tutur Yenli.
Dia berharap, kasus di Prabumulih, Ogan Ilir dan Muratara menjadi pengalaman berharga bagi semua jajaran Bawaslu di Sumsel.
“Ke depan, dia yakin semuanya akan mengikuti prosedur. Apalagi, semuanya menggunakan sistem online dan lebih transparas,” pungkas dia.
Terpisah, Ketua Bawaslu OKI, Ihsan Hamidi mengatakan, saat ini pihaknya sudah melakukan pengawasan tahapan pemilu serentak.