Data tersebut terdiri dari 335.639 daftar tenaga non-ASN di lingkup instansi pusat dan 1.879.903 di lingkup instansi daerah.
Namun di sisi lain, publik ingin ASN lincah, cepat, dan berstandar internasional.
Jika semua tenaga honorer diberhentikan, akan berdampak pada pelayanan publik.
"Ada dilema bagaimana sistem rekrutmen ini kadang tidak berjalan profesional, zona nyaman, dan seterusnya. Ini lah dilema-dilema yang kita hadapi dan ini sedang kita cari alternatif-alternatif terus-menerus ya," tutur Azwar.
Oleh karena itu, pihaknya terus berkonsolidasi dengan semua pihak.
Selain DPR, ia berkoordinasi dengan beberapa asosiasi, seperti Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) dan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi).
Kemudian, Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), serta berbagai forum tenaga honorer dan organisasi guru.
"Lagi kita exercise bareng-bareng dengan anggarannya, dengan teman-teman daerah. Kalau ini diberhentikan semua akan berdampak pada pelayanan publik di bawah.
Oleh karena itu, kita cari alternatif yang benar," kata Anas.
Sebagai informasi, sebelumnya pemerintah juga mencari cara untuk menyelesaikan masalah tenaga honorer.