Tok... Tok... MK Tolak Permohonan Masa Jabatan Kapolri Sama dengan Menteri

Tok... Tok... MK Tolak Permohonan Masa Jabatan Kapolri Sama dengan Menteri

Hakim MK. Foto: Antara--

JAKARTA, oganilir.co - Gugatan permohonan uji materi UU No 2 Tahun 2002 tengan Polri yang meminta akhir masa jabatan Kapolri disamakan dengan masa jabatan presiden dan anggota kabinet ditolak Mahkamah Konstitusi

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 19/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

Perkara tersebut dimohonkan tiga orang mahasiswa yang bernama Syukur Destieli Gulo, Christian Adrianus Sihite, dan Devita Analisandra. Mereka menguji Pasal 11 ayat (2) UU Polri dan penjelasannya.

Pasal 11 ayat (2) UU Polri berbunyi, "Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya."

BACA JUGA:Kapolri Kembali Nakhodai PB ISSI

Menurut mereka, alasan pemberhentian Kapolri tidak diatur lebih lanjut maupun dirumuskan secara jelas di UU Polri.

Karena itu, dalam permohonannya, para pemohon meminta alasan pemberhentian itu diatur secara terang. Salah satunya, mereka ingin masa jabatan Kapolri disamakan dengan berakhirnya masa jabatan menteri yang mengikuti masa jabatan Presiden.

Hakim Konstitusi Arsul Sani mengatakan dengan permohonan itu, para pemohon mengonstruksikan anggapan bahwa jabatan Kapolri adalah jabatan setingkat menteri. Akan tetapi, Mahkamah menolak dalil tersebut.

Dijelaskan Arsul, ide memosisikan Kapolri setingkat dengan menteri pernah muncul dalam pembahasan UU Polri. Ketika pembahasan tersebut, Fraksi Partai Demokrasi Kasih Bangsa mengusulkan menambahkan frasa "setingkat menteri" pada jabatan Kapolri.

BACA JUGA:PWI Pusat Audiensi ke Kapolri, ini Agenda yang Dibahas

Namun, pembentuk undang-undang pada akhirnya tidak sependapat dengan usulan tersebut. Hal ini tampak dengan tidak adanya frasa "setingkat menteri" untuk jabatan Kapolri dalam UU Polri yang diundangkan.

"Bahkan, pembentuk Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 lebih memilih untuk menegaskan Kapolri merupakan perwira tinggi yang masih aktif," ucap dia.

Menurut Mahkamah, dengan memberi label "setingkat menteri" untuk jabatan Kapolri, kepentingan politik presiden akan dominan dalam menentukan seorang Kapolri. Padahal, Pasal 30 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa Polri sebagai alat negara.

Sebagai alat negara, imbuh dia, Polri harus mampu menempatkan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakan hukum di atas kepentingan semua golongan, termasuk di atas kepentingan Presiden.

Sumber: