Irjen Dedi mengaku sudah mendengar penjelasan sejumlah dokter spesialis yang menangani korban suporter Arema.
Irjen Dedi juga mempersilahkan informasi ini dikonfirmasi ke Direktur RS Saiful Anwar Malang.
Kadiv Humas Polri menyebutkan, pada saat Senin, 3 Oktober 2022 lalu, dia langsung berkunjung ke RS Saiful anwar bersama Wagub Jatim dan Kapolda Jatim serta beberapa pejabat lain.
Dedi menuturkan dia mendengar penjelasan sejumlah dokter spesialis yang menangani korban-korban Tragedi Kanjuruhan Malang ini.
BACA JUGA:Man United Hajar Everton, Cristiano Ronaldo Cetak Gol ke-700, Rekor Spesial dan Selebrasi Berbeda
“Tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen. Terjadi berdesak-desakkan. Kemudin terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan yang mengakibatkan kekurangan oksigen pada Pintu 13, 11, 14, 3,” jelas Dedi lagi mantan Kapolda Kalteng ini.
Gas Air Mata Sesuai Protokol Jenewa
Irjen Dedi mengatakan bila regulasi penggunaan gas air mata oleh Brimob di Stadion Kanjuruhan berdasarkan Protokol Jenewa Nomor 22 Tahun 1993.
“Bahwa penggunaan gas air mata di dunia internasional mengacu dari penjelasan dari Doktor Mas Ayu Elita Hafizah, ahli kimia dan persenjataan dosen di UI maupun di Unhan. Regulasi yang menjadi acuan di dunia internasional adalah Protokol Jenewa Nomor 22 Tahun 1993,” ucap Dedi dalam konferensi pers itu.
BACA JUGA:Arab Saudi Menang tapi Tak Banyak Gol Kontra India, Indonesia Gagal Lolos Lewat Runner Up Terbaik
Dalam Protokol Jenewa itu, kata Dedi, disebutkan bahwa gas air mata atau CS ini hanya boleh digunakan aparat penegak hukum, namun tidak boleh digunakan dalam peperangan.
Dari 3 jenis gas air mata itu, lanjut Dedi, berbeda-beda penggunaannya berdasarkan jumlah massa yang bakal diurai. Dedi mengutip ahli bila gas air mata dalam skala tinggi tidak mematikan.
Kadiv Humas Polri ini menyebut, sesuai keterangan dokter, gas air mata bukan penyebab kematian suporter Arema di Kanjuruhan Malang. (*)