Kisah Seorang Wartawan Muda

Kisah Seorang Wartawan Muda

Zacky Antony --

Kisah Seorang Wartawan Muda 

Catatan Zacky Antony

OGANILIR.CO-INI kisah seorang wartawan muda. Umur 24 tahun. Goresan penanya tajam. Setajam pisau. Di surat kabar “De Express” edisi 13 Juli 1913 sang wartawan muda itu menulis artikel berjudul: Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Seorang Seorang Belanda):

“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyentuh perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku adalah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingannya sedikit pun."

Tulisan itu mengkritik sikap pemerintah Kolonial Belanda yang meminta sumbangan kepada kaum pribumi untuk perayaan ulang tahun ratu Belanda. 

BACA JUGA: Kecam PPDB, HIMPKA-Penggiat Pendidikan Kantor Demo

Selain di surat kabar De Express, kritikan-kritikan terhadap kolonialisme juga tersebar di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Tulisannya berserakan di surat kabar tersebut. Kebiasaan menulis itu dilakoninya sampai masa pendudukan Jepang. 

Artikel “Seandainya Aku Orang Belanda” menjadi bencana membawa berkah bagi sang wartawan muda. Gara-gara tulisan itu, dia dijatuhi hukuman oleh Belanda. Artikelnya yang lain berjudul Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu) juga membuat Belanda gerah. Sang wartawan muda akhirnya diasingkan ke daerah terpencil yaitu Bangka. 

Bukan hanya sang wartawan, pemilik surat kabar De Express, Douwes Dekker dan Cipto Mangukusumo juga mendapat hukuman yang sama karena ikut menerbitkan tulisan yang bernada membela sang wartawan. Douwes Dekker diasingkan ke Kupang. Cipto Mangunkusumo dibuang ke Pulau Banda.

BACA JUGA: Pendidikan Harus Kedepankan Ahlak

Sang wartawan muda bukannya ciut. Dia malah minta diasingkan ke tempat yang lebih jauh lagi. Yaitu Belanda. Permintaannya dikabulkan.

Di sinilah keberkahan itu dimulai. Sang wartawan muda itu diasingkan ke negeri Belanda selama 6 tahun (1913-1919). Selama memutarnya, dia menyalakan semua bacaan. Fokusnya pada pendidikan. Dia melihat pendidikan masalah utama bangsanya. Kebodohan membuat bangsa asing leluasa menjajah negeri sampai ratusan tahun.

Sang wartawan muda itu kemudian mengabarkan dengan pemikiran tokoh-tokoh pendidikan Eropa. Dia aktif di Indische Veeenging (organisasi pelajar asal Indonesia). Di Belanda dia mulai memperkenalkan istilah Indonesia dengan mendirikan Indonesisch Pers Bureau (kantor berita Indonesia). Sang wartawan memang bukan orang pertama yang memunculkan sebutan Indonesia. Jauh sebelum itu, 1850, penggunaan istilah Indonesia sudah dimunculkan Georga Windsor Earl asal Inggris dan James Richardson Loga asal Skotlandiaia.

BACA JUGA: 167 Siswa Jalani Pendidikan Polri di SPN Betung

Sumber: