Kisah Seorang Wartawan Muda

Kisah Seorang Wartawan Muda

Zacky Antony --

Sang wartawan muda itu juga menyampaikan gagasan pendidikan Friedrich Wilhelm August (1782-1852) tentang permainan sebagai media pembelajaran dan gagasan Maria Montessori (1870-1952) yaitu memberi kemandirian kepada anak-anak. Tokoh pendidikan lain yang mempengaruhinya adalah Froebel.

Pergulatan pemikiran bersama tokoh-tokoh pendidikan Eropa itu menginspirasi para wartawan. Satu tekad tertanam. Bangsaku harus merdeka. Rakyatku harus berpendidikan. Selama menyampaikannya, wartawan merintis cita-cita untuk memajukan pendidikan di tanah air.

Sepulang dari Belanda, rintisan itu direalisasikan. Dia dirikan National Onderwijs Institut Taman Siswa atau dikenal Perguruan Taman Siswa. Titik tekannya membangkitkan rasa kebangsaan (nasionalisme). Belanda semakin resah. Terbit larangan bagi Perguruan Taman Siswa. Tapi larangan itu kemudian dicabut.

BACA JUGA: Dunia Pendidikan di Kota Prabumulih Kembali Tercoreng

Pengalaman duduk di bangku sekolah Belanda, memberikan inspirasi dalam mengenal konsep pendidikan Taman Siswa. Konsep ini merupakan antitesa dari konsep pendidikan Belanda yang berbasis hukuman, perintah dan paksaan. Pendidikan seperti itu menurutnya, mengekang dan menindas anak-anak. Lahirlah konsep pendidikan yang menekankan kebebasan bagi siswa. Ada kemiripan dengan konsep Merdeka Belajar Nadiem Makarim saat ini.

Perhatian dan kiprahnya terhadap dunia pendidikan menarik perhatian proklamator. Presiden Soekarno mengangkatnya menjadi Menteri Pendidikan Indonesia pertama. Namanya ketika itu Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Dia mengusung konsep pendidikan yang masih terasa relevan hingga saat ini yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan memberi tauladan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah memberi semangat/karsa) dan Tut Wuri Handayani (dari belakang memberi dukungan untuk terus berkarya/berprestasi) .

Sang wartawan muda itu adalah Raden Mas Surjadi Suryaningrat. Di usia matang kehidupan, 40 tahun, dia menanggalkan gelar kebangsawanan dan mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara. Motivasinya agar bisa bergaul lebih bebas dengan rakyat. Bisa memberi pendidikan yang lebih banyak kepada rakyat. 

BACA JUGA:Hadiri Konvensi Kampus XXIX, Jokowi Ingatkan Dunia Pendidikan

Ki Hajar Dewantara sudah lama wafat tahun 1959. Tapi ketajaman penanya saat jadi wartawan telah mengubah perjalanan hidupnya. Kalau bukan tulisan karena “Seandainya Aku Orang Belanda”, belum tentu dia bisa sampai ke Belanda. Dan membawa inspirasi pendidikan ke tanah kelahirannya.

Penulis adalah Wartawan Senior yang juga Ketua Komisi Hukum PWI Pusat.

Sumber: