Miris, Warga Gaza Terpaksa Makan Pakan Ternak Akibat Blokade Bantuan Israel

Miris, Warga Gaza Terpaksa Makan Pakan Ternak Akibat Blokade Bantuan Israel

Warga Gaza harus antre untuk mendapatkan makanan. foto: reuters/ibraheem abu mustafa--

BACA JUGA:Hamas Sergap Pasukan Israel, 9 Tewas, Salah Satunya Berpangkat Kolonel

"Tidak ada makanan, dan kami hidup dalam kelaparan. Kami mengonsumsi pakan ternak yang jumlahnya semakin sedikit, dan penyakit menyebar dengan cepat. Anak-anak menderita campak dan hepatitis, sementara orang dewasa menderita diabetes dan tekanan darah tinggi," ujarnya.

Rizq menjelaskan pakan ternak juga langka dan mahal. Jika ada, pakan ternak tiga kilogram dijual dengan harga USD 219 atau setara Rp3.438.727.

Pekerja bantuan medis di Beit Lahia, Mahmoud Shalabi, mengatakan orang-orang di sana menggiling biji-bijian yang biasanya digunakan untuk pakan ternak menjadi tepung. Namun, katanya, bahan tersebut sudah habis.

"Orang tidak menemukannya di pasar," katanya. "Saat ini alat ini tidak tersedia di bagian utara Gaza dan Kota Gaza."

BACA JUGA:Hamas Tegaskan tak Ada Pembebasan Sandera Tanpa Syarat

Dia juga mengatakan stok makanan kaleng sudah habis. Dia mengatakan orang-orang sudah tak punya apapun untuk makan.

"Apa yang kami dapatkan sebenarnya berasal dari enam atau tujuh hari gencatan senjata (pada bulan November) dan bantuan apapun yang diizinkan masuk ke utara Gaza sebenarnya telah dikonsumsi sekarang. Apa yang dimakan orang-orang saat ini pada dasarnya adalah nasi, dan hanya nasi," ujarnya.

Ibu empat anak di Beit Lahia, Duha al-Khalidi, mengatakan dia berjalan sejauh 9,5 km ke rumah saudara perempuannya di Kota Gaza, dalam keadaan putus asa mencari makanan. Dia melakukannya setelah anak-anaknya tidak makan selama tiga hari.

"Saya tidak punya uang, dan kalaupun saya punya, tidak ada apa-apa di pasar utama kota ini," katanya.

BACA JUGA:Alhamdulillah, Gencatan Senjata Hamas-Israel Diperpanjang 2 Hari

"(Adikku) dan keluarganya juga menderita. Dia membagikan pasta terakhir yang ada di rumahnya kepadaku," sambungnya.

Warga lain, Waad, merasa kematian tak bisa lagi dihindari. Dia mengaku takut tinggal di rumah dan juga tak ada makanan.

"Kami merasa kematian tidak bisa dihindari. Kami kehilangan lantai atas rumah kami, namun kami masih tinggal di sini meski takut runtuh. Selama dua minggu, kami tidak dapat menemukan apa pun di pasar; dan jika beberapa produk tersedia, harganya 10 kali lipat dari harga normalnya," ujar Waad.

Keluarga-keluarga di wilayah Gaza utara juga kesulitan mendapatkan pasokan air bersih. Air diberikan 15 hari sekali dan rasanya asin serta terdapat pasir di dalamnya.

Sumber: