Minangkabau Negeri Seribu Surau, Berikut 5 Lembaga Pendidikan Islam Cocok Untuk Usia Pelajar di Sumatera Barat
--
Minangkabau adalah negeri seribu surau. Di Propinsi Sumatera Barat ini sejak dahulu telah melahirkan beberapa tokoh Islam di Indonesia.
Lalu, bagaimana dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang berkembang di sana?
Ada banyak perguruan Islam di Sumatra Barat.
Berikut lima pondok pesantren ini dipilih berdasarkan jumlah santri, mutu pendidikan, dan sejarah panjang perguruan tersebut.
1. THAWALIB PADANG PANJANG
BACA JUGA:Bagaimana Pelafazan Kata Amin Dalam Doa ? Berikut Fiqihnya, Belajar Yuk
Thawalib Padang Panjang berawal dari halakah yang dipimpin oleh Syekh Abdullah Ahmad (perintis gerakan Kaum Muda di Minangkabau) di Surau Jembatan Besi pada akhir kurun ke-19. Pada 1911, tampuk pimpinan pengajian diserahkan kepada Syekh Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul), ayah Buya Hamka.
Di bawah kendali Inyiak Doktor inilah pengubahan cara mengajar dari halakah menjadi klasikal (dibagi menurut kelas) mulai dilaksanakan.
Bangunan kelas Thawalib mulai didirikan pada 1918 di bawah pengawasan Haji Rasul dan Syekh Abdul Hamid Hakim. Pada 1919, para pelajar Thawalib dari Padang Panjang dan Parabek mendirikan organisasi bernama Sumatera Thawalib.
Kurikulum di Thawalib Padang Panjang merupakan perpaduan antara kurikulum pondok dengan kurikulum pelajaran umum. Lama belajar di Thawalib Padang Panjang ialah 6 tahun (3 tahun MTs, 3 tahun MA).
BACA JUGA:Pesantren di Ogan Ilir Bakal Difasilitasi, Setelah Perda Disahkan DPRD
Thawalib Padang Panjang juga telah membuka RA dan MI. Pondok Putri dipisahkan dari Pondok Putra.
2 THAWALIB PARABEK
Pada 1910, Syekh Ibrahim Musa (Inyiak Parabek) mengadakan halakah pengajian di Surau Parabek setelah bertahun-tahun menuntut ilmu di Hijaz.
Halakah ini pada awalnya bernama Muzakaratul Ikhwan, lalu berubah nama menjadi Sumatera Thawalib Parabek pada 1918.
BACA JUGA:Juliana, Perempuan Pertama dari Suku Anak Dalam Pendampingan Baznas Kuliah Sampai ke Perguruan Tinggi
Perubahan ini disusul dengan pendirian organisasi Sumatera Thawalib pada 15 Januari 1919 bersama dengan kaum pelajar dari Thawalib Padang Panjang.
Sumatera Thawalib adalah organisasi massa Kaum Muda yang memiliki pengaruh politik kuat, ditandai dengan keterlibatan mereka dalam pembentukan Persatuan Muslim Indonesia (Permi, 1930) dan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi, 1943).
Pembelajaran dengan kelas mulai diterapkan pada 1920.
BACA JUGA:Cerita Rakyat Ogan Ilir: Usang Sungging, Kisah Seniman yang Nyaris Dihukum Gantung Raja karena Lukisannya
Seperti rekannya di Padang Panjang, Thawalib Parabek memadukan pelajaran-pelajaran pondok dengan pelajaran-pelajaran umum. Lama belajar di Thawalib Parabek ialah 6 tahun (3 tahun MTs, 3 tahun MA).
Thawalib Parabek memiliki Ma’had Aly (setingkat perguruan tinggi).
3. MADRASAH TARBIYAH ISLAMIYAH CANDUANG
Beberapa gebrakan dari Kaum Muda mendorong Kaum Tua yang terdiri dari alim ulama tarekat di Minangkabau untuk melakukan hal yang sama.
BACA JUGA:Banyak Versi Cerita Rakyat Si Pahit Lidah, dari Cerita Kedigdayaan Sampai Cerita Berakhir Bahagia dan Duka
Pada 5 Mei 1928, Syekh Sulaiman ar-Rasuli (Inyiak Canduang), ulama fikih Syafii dan mursyid Naqsyabandiyah-Khalidiyah, melakukan pembaruan pengajaran dari halakah menjadi Madrasah Tarbiyah Islamyah (MTI) di Surau Baru, tempat Inyiak Canduang mengajar sejak pulang dari Hijaz pada 1908.
Pendirian MTI Canduang diikuti dengan pembukaan MTI-MTI lain seperti MTI Jaho, MTI Tabek Gadang, PPTI Malalo, dan lain-lain yang kemudian berhimpun dalam satu wadah bernama Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Tarbiyah/Perti).
Kini menjadi salah satu ormas Islam besar di Indonesia selain Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
MTI Canduang pada awalnya hanya mengajarkan kitab-kitab kuning sampai akhirnya pelajaran-pelajaran umum dimasukkan ke dalam kurikulum sejak 1950-an.
BACA JUGA:Bos SEG-RBMG Sandang Gelar Doktor
Lama belajar di MTI Canduang ialah 7 tahun (1 tahun khusus, 3 tahun MTs, 3 tahun MA). MTI Canduang memiliki Ma’had Aly.
4. NURUL YAQIN RINGAN-RINGAN
Syekh Ali Imran Hasan, ulama Syattariyah ternama di Padang Pariaman, mendirikan Pondok Pesantren Nurul Yaqin (PPNY) pada 1960 setelah menerima permintaan dari masyarakat Pakandangan.
Setelah memperoleh izin dari Syekh Zakaria Labai Sati dan Syekh Sulaiman ar-Rasuli, Syekh Ali Imran yang waktu itu masih mengajar di PPTI Malalo membuka pesantren di Ringan-Ringan (salah satu korong di Pakandangan) dengan guru-gurunya didatangkan dari PPTI Malalo.
Pondok pesantren kemudian berkembang ke luar Ringan-Ringan sehingga PPNY menjadi pondok pesantren salaf terbesar di Sumatra Barat.
BACA JUGA:Pembangunan Tol Padang Masih Mangkrak, Perantau Minang Terbantu Jalan Tol Trans Sumatera
PPNY merupakan pondok pesantren salaf, yakni pondok pesantren yang hanya mengajarkan kitab-kitab kuning dan tidak memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam kurikulumnya.
Lama belajar di PPNY ialah 7 tahun (1 tahun khusus, 3 tahun Wustha/MTs, 3 tahun Ulya/MA).
PPNY memiliki Ma’had Aly. Nurul Yaqin sampai 2022 memiliki 24 pondok cabang dengan 17 pondok cabang berada di Kabupaten Padang Pariaman.
5. DINIYYAH PUTERI PADANG PANJANG
DINIYYAH Puteri merupakan pondok pesantren khusus perempuan pertama di Indonesia.
Syekhah Rahmah el-Yunusiyyah mendirikan DINIYYAH Puteri pada 1 November 1923 setelah menempuh pendidikan di DINIYYAH School yang dipimpin oleh saudaranya, Syekh Zainuddin Labai el-Yunusy. DINIYYAH Puteri mengilhami berdirnya Kulliyatul Banat di al-Azhar, Mesir.
Kurikulum di DINIYYAH Puteri merupakan perpaduan antara kurikulum pondok dengan kurikulum pelajaran umum. Pendidikan di DINIYYAH Puteri terdiri dari PAUD, MI, MTs, MA, dan STIT DINIYYAH Puteri.
Sumber: