Klaim Denny Indrayana tak Terbukti, MK Putuskan Pemilu Proporsional Terbuka

Klaim Denny Indrayana tak Terbukti, MK Putuskan Pemilu Proporsional Terbuka

Hakim Mahkamah Konstitusi.--

Klaim Denny Indrayana tak Terbukti, MK Putuskan Pemilu Proporsional Terbuka

JAKARTA, oganilir.co - Pernyataan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Denny Indrayana yang mengklaim sudah mengetahui isi putusan Hakim Konstitusi perihal pemilu 2024 menggunakan sistem tertutup, tidak terbukti.

Delapan hakim Mahkamah Konstitusi yang menggelar sidang terhadap gugatan sistem pemilu memutuskan pemilihan umum legislatif menggunakan sistem proporsional terbuka. 

Dalam sidang digelar di ruang sidang Ketua MK Anwar Usman memutuskan bahwa pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka. Satu hakim MK atas nama Wahidudin Adams tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan itu karena sedang melaksanakan tugas ke luar negeri.

"Dalam provisi menolak permohonan provisi para Pemohon. Dalam Pokok Permohonan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis 15 Juni 2023.

BACA JUGA:Target Golkar Ogan Ilir Pemilu 2024, Menang Pilpres, DPRD dan Pilkada

Diketahui uji atau judicial review terhadap beberapa pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di MK. Adapun pasal yang digugat yakni Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), dan Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu.

Pemohon yang mengajukan gugatan uji materi tersebut adalah Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi (Bacaleg 2024), Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan), Riyanto (warga Pekalongan), dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka memilih pengacara dari kantor hukum Din Law Group.

Para pemohon menggugat pasal yang mengatur pemungutan suara dilakukan proporsional terbuka atau sistem coblos calon anggota legislatif (caleg). Mereka ingin sistem coblos partai atau proporsional tertutup yang diterapkan.

Indonesia sendiri telah menerapkan sistem proporsional terbuka sejak Pemilu 2004 silam.

BACA JUGA:Janji Potong Sapi, Bila Suara Gerindra Setiap Dapil Meraih 30 Persen Pemilu 2024

"Menyatakan frasa 'proporsional' Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'sistem proporsional tertutup'," jelas pemohon dalam salah satu petitumnya.

Sidang uji materi beberapa pasal dalam UU 7 Tahun 2017 tentang pemilu tersebut digelar perdana pada Rabu 23 November dan sidang terakhir digelar pada Selasa 23 Mei lalu dengan agenda mendengarkan keterangan pihak Terkait.

MK sendiri telah menggelar 16 kali persidangan sejak pemeriksaan pendahuluan hingga pemeriksaan persidangan. MK juga telah mendengar keterangan dari berbagai pihak mulai dari DPR, presiden, serta sejumlah pihak terkait, dan para ahli.

Sumber: