“Dinda tidak tahu harus berbuat apa lagi, Kanda. Dinda tidak tega jika harus meninggalkan Aria Tebing, adik Dinda satu-satunya,” kata Sitti kepada suaminya.
“Kalau begitu, bagaimana jika Aria Tebing kita ajak untuk tinggal bersama di istana?” usul Pangeran Serunting.
Sitti pun menerima saran tersebut. Namun, ketika hal itu disampaikan kepada Aria Tebing, adiknya itu justru menolak.
Ia lebih senang hidup bebas di desa daripada tinggal di istana yang penuh dengan aturan.
Akhirnya, Sitti dan Aria Tebing bermufakat untuk membagi dua kebun warisan dari orangtua mereka.
Kebun yang menjadi bagian Sitti secara tidak langsung juga sudah menjadi milik Pangeran Serunting.
Agar tidak terjadi perselisihan di antara mereka, Pangeran Serunting pun menyarankan agar kebun mereka diberi pembatas
“Lebih baik di tengah-tengah ladang itu diberi pembatas agar kelak tidak terjadi perselisihan di antara kita,” ujar Pangeran Serunting,
“Saran yang bagus, Kanda,’ kata Aria Tebing.
Keesokan harinya, Aria Tebing bersama Serunting berangkat ke kebun itu dengan membawa sebatang kayu pembatas. Setiba di sana, kayu pembatas itu mereka tanam dalam-dalam di tengah ladang.
Beberapa hari kemudian, pada kayu pembatas itu tumbuh tanaman cendawan atau jamur.
Namun, cendawan yang tumbuh pada batang kayu itu jauh berbeda. Cendawan yang mengarah ke kebun Serunting hanya cendawan biasa, sedangkan cendawan yang mengarah ke kebun Aria Tebing berupa cendawan emas.
Aria Tebing pun menjual cendawan emas tersebut dan ia menjadi kaya raya. Rupanya, Serunting iri hati melihat nasib baik dialami oleh adik iparnya itu.