Kasus Asrama Mahasiswa Sumsel di Yogyakarta, Tersangka ZT Ajukan Penangguhan Penahanan
Napoleon (kanan) bersama kuasa hukum tersangka ZT lainnya. --
Kasus Asrama Mahasiswa Sumsel di Yogyakarta, Tersangka ZT Ajukan Penangguhan Penahanan
PALEMBANG, oganilir.co - Salah satu tersangka yang terjerat kasus dugaan korupsi penjualan aset asrama mahasiswa Pemprov Sumsel di Yogyakarta mengajukan penangguhan penahanan. Yakni tersangka Zurike Takarada (ZT). Melakui kuasa hukumnya, Napoleon SH, Zurike Takarada mengajukan penangguhan penahanan ke penyidik Pidsus Kejati Sumsel, Rabu 28 Februari 2024.
Kuasa Hukum tersangka Zurike Takarada, Napoleon SH mengatakan bahwa jika dirinya selaku kuasa hukum tersangka ZT sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan ke Kejati Sumsel.
"Permohonan sudah kami serahkan ke PTSP Kejati Sumsel, Rabu (28/2) sore," kata Napoleon.
Dia menyatakan bahwa kliennya mengajukan penangguhan penahanan karena ZT yang sering sakit-sakitan, dan harus menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin di rumah sakit. Selain itu, dengan adanya penahanan oleh Kejati Sumsel, rencana kliennya untuk melaksanakan ibadah umrah juga terancam dibatalkan.
BACA JUGA:Jadi Tersangka Kasus Penipuan, Ketua Kadin Indonesia Eddy Ganefo Ditahan Kejati Sumsel
"Nah sebab itu kami masih mengupayakan penangguhan penahanan ini, salah satunya juga berharap pihak Kejati Sumsel bisa mengabulkan, agar klien kami bisa pergi beribadah umroh terlebih dahulu," ujarnya.
Dia menegaskan jika kliennya tersebut hanyalah korban dalam kasus korupsi penjualan asrama aset Pemprov Sumsel.
"Saya yakinkan klien kami ini hanya korban. Bukan sebagai kuasa penjual sebagaimana disebutkan pihak Kejati Sumsel," imbuhnya.
Dia juga mengatakan jika kliennya tidak ada sama sekali hubungannya dengan kasus penjualan aset tersebut. Sebab bisa dikatakan jika udentitas kliennya disalahgunakan serta tandatangan kliennya juga dipalsukan.
BACA JUGA:Massa Kembali Demo di Kejati Sumsel, Desak Usut Kasus Tunjangan Perumahan Anggota DPRD OKU
"Memang pada saat itu ZT pernah dimintai beberapa identitas diri seperti KTP dan Kartu Keluarga oleh pengurus Yayasan Batanghari Sembilan yang lama, karena ditawari jadi salah satu pengurus yayasan, namun ternyata digunakan pengurus lama sebagai kuasa penjual yayasan," ungkap Napoleon.
Hal itu, lanjutnya dapat dibuktikan adanya perbedaan tanda tangan kliennya dengan surat kuasa penjual yang saat ini dijadikan salah satu barang bukti oleh Kejati Sumsel. Menurutnya, bagaimana perbedaan tanda tangan itu jelas sebab kliennya tidak pernah merasa menandatangani apapun terkait kuasa penjual aset Yayasan Batanghari yang ada di Yogyakarta.
"Tanah itu dijual oleh pihak yayasan, dan mencatut nama serta memalsukan nama klien kami dalam akta jual beli," tegasnya.
Sumber: