Tambang Liar di Sumsel Merajalela Bahkan Cuek Disidak, Pekerja Sumur Minyak Ilegal Akhirnya Diultimatum 24 Jam

Tambang Liar di Sumsel Merajalela Bahkan Cuek Disidak, Pekerja Sumur Minyak Ilegal Akhirnya Diultimatum 24 Jam

Sidak yang dilakukan Pj Bupati Muba bersama Kapolres dan Forkopimda lain ke areal penambangan minyak ilegal di wilayah Desa Tanjung Dalam, Kecamatan Keluang. foto: koransumeks/OGANILIR.CO--

Pemkab Muba akan segera bersurat ke Kementerian Lingkungan Hidup untuk membantu mengatasi sungai yang telah tercemar minyak hasil pengeboran ilegal. Kapolres Muba AKBP Siswandi SH SIK MH mengatakan telah memerintahkan jajaran Polsek berkoordinasi dengan Camat dan jajaannya termasuk perangkat desa untuk menginventarisir aktifitas pengeboran minyak ilegal.

“Semua alat pengeboran yang ditemukan diangkut dan diamankan ke Mapolres,” tegas Siswandi. Untuk luas pencemaran minyak di sungai, belum bisa dihitung.”Tapi sudah hampir mencapai wilayah Sungai Lilin,” pungkas Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Muba, Andi Wijaya Busro.

Selain minyak, belakangan ini tambang batu bara kembali bermasalah di masyarakat. Persoalan muncul di beberapa daerah. Seperti Lahat, Muara Enim, Muratara dan OKU. Seperti di Lahat, salah satu masalah yakni debu dan kemacetan karena angkutan batu bara lewat jalan umum.

BACA JUGA:Rukam dan Romanas, Buah Lokal yang Mulai Langka di Kabupaten Muratara, Punya Khasiat Pengobatan Luar Biasa

“Kalau mau ke Palembang malam hari bisa makan waktu 10 jam lebih. Macetnya di kawasan Merapi,” ungkap Bob, warga Pagar Agung Lahat. Ditambahkan Abdul, warga Merapi, pintu dan jendela rumah terpaksa ditutup rapat karena debu batu bara.

Kemudian, perusahaan tambang batu bara tak bayarkan kewajiban BPHTB yang nilainya lebih dari Rp1 miliar. Padahal sudah berulangkali disurati. Belum lagi urusan CSR yang masyarakat tak merasakan manfaatnya.

Panitia khusus (pansus) batu bara DPRD Lahat telah cek lapangan. Ditemukan beragam dugaan pelanggaran maupun tidak dilaksanakannya kewajiban perusahaan.Masalah ini sudah dibawa ke Senayan, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DP RI.

 

Ketua DPRD Lahat, Fitrizal Homizi ST MSI MM mengatakan UU Nomor 3 Tahun 2020 (UU Minerba) yang baru telah mengambil alih kewenangan dan peran pemerintah daerah. Dengan kata lain, daerah hanya jadi penonton.

“Contoh kecil, pada penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) oleh perusahaan tambang setiap tahun, pemda tidak dilibatkan. Bahkan tidak mendapatkan tembusan dokumen RKAB yang sudah di sahkan ESDM,” jelasnya. Juga tidak tahu rencana kerja dan rencana produksi dari perusahaan yang beroperasi di Lahat.

Di Muratara, warga kecamatan Rawas Ilir, juga protes dengan aktivitas PT Tri Putra Erguna (TPE) yang melakukan penambangan batu bara di wilayah itu. Rabu (16/11) ada aksi lapangan yang menyebabkan kegiatan di sana lumpuh.

Warga merasa tidak mendapatkan manfaat dari adanya perusahaan yang sudah beroperasi 1,5 tahun itu. “Dari 128 pekerja, Cuma 9 orang warga kita yang direkrut. Itu pun cuma tukang masak dan penjaga keamanan,” kata Sandy, warga yang ikut aksi protes PT TPE di Desa Belani, Kecamatan Rawas Ilir.

BACA JUGA:Bupati Panca, Resmi Melantik Lima Kades di Kecamatan Indralaya Utara

Warga minta perusahaan berdayakan tenaga kerja local. Jika tidak, angkat kaki dari Muratara. Sebab, berdasarkan Peraturan Bupati (Perbub) Muratara Nomor 54/2016, setiap perusahaan wajib menggunakan tenaga kerja lokal sekurang-kurangnya 40 persen dari lowongan kerja yang ada.

Perusahaan juga wajib melaporkan jumlah tenaga kerja skill dan non skill, serta tenaga kerja lokal dan non lokal. “Kami sudah cek, tidak ada laporan ke Pemda. Mayoritas pekerjanya dari luar Sumsel. Artinya perusahaan menganggap masyarakat kita itu sampah, sekedar penonton saja,” timpalnya.

Sumber: