Banyak Versi Cerita Rakyat Si Pahit Lidah, dari Cerita Kedigdayaan Sampai Cerita Berakhir Bahagia dan Duka
Banyak versi cerita rakyat si pahit lidah, dari cerita kedigdayaan sampai cerita berakhir bahagia dan duka. foto: ilustrasi/oganilir.co--
Tanpa berpikir panjang, Pangeran Serunting segera menyanggupi persyaratan itu. Setelah itu, ia langsung memulai tapanya dengan penuh konsentrasi.
Segala bentuk kehidupan dunia telah lenyap dalam pikiran dan ingatannya. Rasa lapar dan dahaga pun tidak dirasakannya lagi.
Semakin lama ia semakin larut dalam tapanya sehingga tak terasa sudah 2 tahun ia bertapa. Saat itu pula, seluruh tubuhnya telah tertutupi daun-daun bambu yang telah berguguran.
Sesuai dengan janjinya, Sang Hyang Mahameru kembali mendatangi Pangeran Serunting.
“Wahai, anak muda. Karena engkau telah berhasil melaksanakan syarat itu dengan baik, maka kini saatnya aku menurunkan ilmu kesaktian kepadamu,” kata Sang Hyang Mahameru.
“Kesaktian apakah itu, wahai Sang Hyang Mahameru?” tanya Pangeran itu penasaran,
“Apa pun yang engkau ucapkan akan berubah menjadi kutukan,” jawab Sang Hyang Mahameru.
Dengan perasaan gembira, Pangeran Serunting segera pulang ke kampung asalnya, Dalam perjalanan pulang, terbersit di pikirannya untuk menjajal kesaktian yang baru diperolehnya itu.
Saat menjumpai hamparan pohon tebu di tepi danau, ia berkata: “Jadilah batu, wahai pohon tebu!”serunya.
Berkat kesaktian lidahnya, hamparan pohon tebu itu langsung berubah menjadi batu.
Oleh karena itulah, Pangeran Serunting dijuluki Si Pahit Lidah karena kesaktian lidahnya itu.
Selanjutnya, Si Pahit Lidah mendapati sebuah bukit yang gersang dan tandus bernama Bukit Serut. Ia kemudian mengubah bukit gersang itu menjadi hutan belantara.
Sumber: